Mau dibawa kemana (Negara ini)? tanpa GBHN

Garis-garis Besar Haluan Negara adalah suatu haluan negara dalam garis-garis besar yang hakekatnya ialah suatu pola umum pembangunan nasional yang ditetapkan oleh MPR. Pola umum pembangunan nasional tersebut merupakan rangkaian program-program pembangunan di segala bidang yang berlangsung secara terus-menerus.
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang dibentuk berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. KNIP dapat dikatakan sebagai embrio dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, terutama setelah diterbitkannya maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang memberikan kewenangan kepada KNIP untuk ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Maksud ditetapkannya Garis-garis Besar Haluan Negara ialah untuk memberikan arah bagi perjuangan negara dan rakyat Indonesia, yang pada tingkat sekarang ini masih sedang melakukan Pembangunan Nasional dengan tujuan yaitu agar dapat diwujudkan keadaan yang diinginkan dalam waktu lima tahun berikutnya dan dalam jangka panjang, sehingga secara bertahap dapat terwujud cita-cita harapan bangsa Indonesia.
Akan tetapi perkembangan suatu lembaga ketatanegaraan tidak dapat dipisahkan dari alur sejarah kehidupan ketatanegaraan itu sendiri. Demikian pula perkembangan suatu lembaga politik, jelas tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan politik yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, perkembangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baik sebagai lembaga ketatanegaraan Republik Indonesia maupun sebagai Lembaga Demokrasi tidak terpisah dari alur sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, serta tidak terpisah dari tumbuh berkembangnya demokrasi di tanah air kita tercinta.
Setelah adanya perubahan UUD 1945, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara selaku pemegang kedaulatan rakyat, serta tidak lagi memiliki tugas menetapkan GBHN, ditambah presiden tidak lagi bertanggungjawab terhadap MPR.
Prof. Kaelan mengatakan, paska dihapuskannya GBHN sebagai pedoman pembangunan nasional, agenda rencana pembangunan nasional ditentukan lewat UU serta Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Nasional yang ditentukan dengan peraturan Presiden dan pelaksanaannya juga dilakukan oleh Presiden. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 tidak dapat dianggap sebagai 'Haluan'. Pasalnya, UU ini lebih mencerminkan visi personal Presiden yang belum tentu mengarah pada Tujuan Nasional.
Konsekuensinya, bila kinerja pemerintah tidak sesuai dari rencana pembangunan, maka tidak ada sanksi yuridis yang jelas. "Karena ditentukan peraturan yang dihasilkan oleh kekuasaan Presiden itu sendiri," imbuhnya.
Dia menambahkan, persoalan politis dan yuridis itulah yang menyebabkan pembangunan nasional mengalami kemunduran di berbagai sektor. Secara politis RPJM Nasional merupakan produk Presiden selaku eksekutif meski dipilih langsung oleh rakyat.
Oleh sebab itu, reformulasi Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam menentukan arah pembangunan nasional haruslah digulirkan. Bila memang direalisasikan, maka diperlukan amandemen kembali UUD 1945 agar reformulasi GBHN kembali menjadi kewenangan MPR. 
Anggota Komisi III DPR RI Eva K. Sundari mengatakan, MPR menyimpulkan bahwa Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) harus direformulasikan lagi. Menurutnya, haluan ini yang akan berfungsi sebagai koridor Presiden terpilih untuk mengembangkan visi dan misi selama periode pemerintahanya. 
Guna menjaga kesinambungan pembangunan antar pemerintahan yang setelah amandemen UUD dibatasi hanya dua periode per presiden. Haluan Pembangunan ini juga akan menjadi jawaban atas visi dan misi pemerintahan daerah dan provisnsi yang sering tidak sejalan dengan arah pembangunan nasional atau pusat.
Rangkaian program-program pembangunan yang terus-menerus, dimaksudkan untuk mewujudkan Tujuan Nasional seperti termaksud di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Atas dasar itu, Anggota Komisi III DPR RI Eva K. Sundari mengusulkan agar MPR mendorong pembuatan UU sebagai tindak lanjut Tap MPR yang masih berlaku, yaitu tentang Visi Indonesia Masa Depan. Menurutnya, UU ini yang bisa diperankan sebagai haluan, semacam GBHN Orde Baru yang paralel dengan Konsep Pembangunan Semesta Berencana di jaman Bung Karno.  


dari berbagai sumber

Comments

Popular Posts