Indikasi PD ke III dan Peranan Indonesia
Menghadapi PD ke III dalam lima tahun mendatang, akan terpusat kemanakah?? (bila tak terelakkan) Kawasan Mediterania Irak, Libya, Suriah, Libanon, sudah kocar-kacir & apa jadinya jika AS & Sekutu menyerbu Iran??? atau Laut Cina Selatan maupun Timur, Cina yang berkonflik atas pulau-pulau di kawasan tersebut dengan Filipina, Jepang, Vietnam, Korsel, Brunei, Malaysia, Taiwan & tekanan atas pangkalan militer AS di kawasan Asia Pasifik. Bagaimana posisi Indonesia untuk menghadapi tata percaturan politik militer dunia tersebut?!
Sejak Proklamasi dikumandangkan tanggal
17 Agustus 1945 Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif. Politik ini
dipilih dalam rangka menjamin kerjasama dan hubungan baik dengan bangsa lain di
dunia. Politik yang dicetuskan Mohammad Hatta ini dijalankan dari awal
terbentuknya Indonesia hingga saat ini, meskipun dalam pelaksanaannya tidak
sesuai karena adanya pengaruh dengan perubahan politik di dunia. Sebagaimana
telah diuraikan terdahulu, rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan
UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri Republik
Indonesia. Namun dari rumusan tersebut, kita belum mendapatkan gambaran
mengenai makna politik luar negeri yang Bebas Aktif. Mochtar Kusumaatmaja
merumuskan bebas aktif sebagai berikut: Bebas dalam pengertian bahwa Indonesia
tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif: berarti
bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak
bersifat pasif-reaktif atas kejadian-kejadian internasionalnya, melainkan
bersifat aktif. Menurut (A.W Wijaya)
Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara
asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adidaya. Aktif
artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan
dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain. Jadi
menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagaimana Indonesia tidak memihak kepada salah
satu blok dan menempuh cara sendiri dalam menangani masalah-masalah internasional
dan Indonesia berusaha sekuat tenaga untuk ikut memelihara perdamaian dunia dan
berpartisipasi meredakan ketegangan internasional.
Memanasnya suhu politik global akibat friksi antara Amerika Serikat dan sekutu melawan Iran beserta koalisinya dan serta merta konflik di Laut Cina Selatan maupun Timur sekurang-kurangnya telah memunculkan prakiraan berbagai pihak tentang keniscayaan meletusnya Perang Dunia ke III di abad XXI ini.
Perang Dunia I (1914-1918)
yang dilanjutkan Perang Dunia II (1939-1945) adalah bukti konkrit
perebutan kekuasaan negara atas negara lain yang kini masih terus berjalan.
Genderang Perang Dunia III sudah ditabuh pada tanggal 11 September 2001 oleh
Amerika Serikat sendiri (teori konspirasi) dengan dihancurkannya gedung WTC
pada waktu itu. Hancurnya WTC dijadikan alasan oleh AS untuk mencari
pelaku yang kemudian dijadikannya ‘kambing hitam’. Negara Adidaya tersebut
kemudian menuduh Osama Bin Laden dengan organisasi Al-Qaedanya.
Tuduhan tersebut hanyalah kebohongan AS & Sekutunya belaka, demi menyerang
negara-negara muslim dunia. Sudah banyak negara-negara yang dihancurkan oleh AS
& Sekutu. Satu persatu dikuasai, Sekarang AS dibelakang Israel berupaya
untuk menghancurkan Iran dengan tuduhan dan fitnahan yang dihujamkan.
Peta rencana untuk menyerang negara-negara lain sudah dijelaskan oleh Wesley
Kanne Klark, yaitu Suriah, Lebanon, Somalia, Sudan, Libya dan Iran. Pernyataan
Wesley Kanne Klark tersebut lambat laun dapat menjadi kenyataan. Grass yang
dilansir dari Presstv mengatakan "Jika Israel menyerang fasilitas nuklir
Iran, mungkin dengan bom konvensional atau hulu ledak nuklir, maka akan memicu
Perang Dunia ketiga,". Iran dan Suriah akan hal ini adalah negara
dengan tombol ‘hot button’ (seperti Serbia pada PD I dan Polandia pada PD II)
yang dapat memulai seluruh perang terjadi. Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah,
Sheikh Naim Qassem juga memperingatkan serangan militer ke Iran akan membakar
seluruh Timur Tengah. AS mengetahui bahwa perang terhadap Iran akan membakar
seluruh kawasan tanpa mengenal batas (Reuters, 29/02 /2012). "Israel bisa
memulai perang, tetapi tidak tahu skala konsekuensi dan tidak mampu
mengendalikan perang tersebut", katanya. Tak ketinggalan Raja Yordania,
Abdullah II juga memperingatkan Israel dan Barat terhadap konsekuensi agresi
militer atas Iran. "Setiap
tindakan militer terhadap Iran akan memperburuk ketidakstabilan di Timur
Tengah, dan berakibat sangat negatif bagi AS, Eropa, dan Israel”,
katanya kepada majalah Turkish Policy Quarterly.
Di satu sisi, Kawasan Laut
Cina Selatan di Asia Tenggara yang merupakan jalur pelayaran paling sibuk di
dunia, memiliki makna yang sangat penting bagi Amerika Serikat maupun China.
Jika mereka bisa menguasai laut Cina Selatan, maka secara otomatis mereka
menguasai jalur perdagangan ekonomi yang sangat besar dan akan menaikkan daya
tawar negara mereka. Amerika yang selama ini berkuasa di kawasan tersebut, kini
mendapat penantang baru yaitu Cina. Laut Cina Selatan memang luas. Wilayah laut
tersebut membentang dari Singapura yang diawali dari Selat Malaka sampai ke
Selat Taiwan. Wilayah ini pun menjadi rebutan dari beberapa negara yang dekat
dengannya. Dan pada akhirnya menjadi sebuah sengketa yang berujung pada
ketegangan politik di berbagai Negara kawasan tersebut. Sengketa Laut Cina
Selatan sendiri tidak hanya melibatkan Cina dan Filipina. Namun sejumlah negara
seperti Taiwan, Brunei Darussalam, Vietnam, Malaysia juga ikut mengklaim
kedaulatan mereka atas Laut Cina Selatan. Cina selama ini mengklaim wilayah
dari Laut Cina Selatan, tetapi negara seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Taiwan, Filipina dan Vietnam juga mengklaim bahwa mereka turut memiliki
kekuasaan dari wilayah laut yang kaya akan minyak itu. Vietnam dan Filipina,
sebelumnya menuduh Cina kerap melakukan pelanggaran di wilayah laut yang
menjadi sengketa itu. Juru bicara Patrick Ventrell, seperti dikutip Associated Press, "Tindakan
Cina yang membentuk pemerintahan administratif di Laut Cina Selatan dan
pembangunan pangkalan militer, telah merusak upaya diplomasi bersama untuk
mengakhiri perbedaaan. Mereka seperti memicu ketegangan baru di wilayah
tersebut," imbuhnya. Dia menambahkan, pihaknya mendesak setiap pihak
mengambil berbagai langkah demi meredakan ketegangan. Belum lagi permasalahan Kepulauan di Laut Cina
Timur, yang oleh Jepang dinamai Senkaku dan oleh Cina dinamakan Diaoyu. Jepang
dan Cina memperebutkan kepulauan tak berpenghuni itu sejak 2010 setelah Jepang
menahan seorang kapten pukat Cina karena kapalnya bertabrakan dengan kapal
Penjaga Pantai Jepang di dekat kepulauan itu. Hubungan kedua Negara yang dulu
diwarnai kenangan pahit Cina atas agresi militer Jepang pada 1930 dan 1940-an.
Rivalitas keduanya berlangsung hingga kini atas sumber daya alam dan saling
berebut pengaruh di kawasan regional. Lagi, Perselisihan teritorial Korea
Selatan dan Jepang atas kepulauan tak berpenghuni, yang disebut sebagai Dokdo
di Korea Selatan dan Takeshima di Jepang. Kedua negara menyatakan bahwa mereka
memiliki klaim historis atas kepulauan kecil tersebut, yang secara kasar
memiliki jarak yang sama ke kedua negara. Kepulauan kecil itu kaya akan ladang
ikan dan lautannya mungkin memiliki cadangan gas alam yang besar. Tidak hanya
itu, klaim teritorial Cina atas gugus kepulauan karang bawah laut di lepas
pantai pulau di ujung selatan Korsel. Menjadikan Korsel berang atas klaim Cina
tersebut, Wilayah yang menjadi pangkal perselisihan ini adalah gugusan karang
Ieodo, yang terendam sekitar lima meter di bawah permukaan laut dekat Pulau
Marado, yang masuk dalam wilayah Korsel. Gugusan karang tersebut memang
terletak di zona ekonomi eksklusif kedua negara yang saling bertumpuk dan sudah
bertahun-tahun menjadi pangkal ketegangan diplomatik China dan Korsel.
Walau Indonesia tidak
terlibat dalam klaim wilayah, namun ketegangan di Laut Cina Selatan maupun
Timur memunculkan kekhawatiran. Karena kepentingan nasional Indonesia di Laut
Cina Selatan juga terancam sebab wilayah ZEE
Indonesia di perairan itu dipastikan akan terkena spill over akibat yang
ditimbulkan. Fakta bahwa Cina pada tahun 1993 telah menerbitkan peta berbentuk
huruf U atau nine dash line yang mengklaim pula zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Indonesia, merupakan faktor lainnya yang mendorong Indonesia untuk berperan
aktif dalam mencari solusi sengketa di Laut Cina Selatan. Selain itu, Indonesia
wajib pula mengamankan kepentingan nasionalnya di Laut Cina Selatan dari spill over sengketa yang
berkembang, sebab hal itu merupakan amanat konstitusi. Kepentingan nasional
yang dimaksud terkait dengan aspek ekonomi. Untuk bisa menangani spill over tersebut,
Indonesia membutuhkan modalitas politik yang besar, selain tentunya kekuatan
pertahanan yang memadai.
Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro mengatakan pemerintah Indonesia siap berperan menengahi dan
membantu penyelesaian sengketa perbatasan di Laut Cina Selatan. "Indonesia
selalu siap untuk memfasilitasi dan berpartisipasi dalam upaya kolaboratif
untuk kepentingan semua pihak serta saling menguntungkan," kata Purnomo
melalui keterangan tertulis. Purnomo mengatakan sengketa di Laut Cina Selatan
sangat kompleks. Masalah teritorial dan yuridiksi yang tumpang tindih
membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. "Sambil menunggu
solusi dari sengketa teritorial, pilihan terbaik saat ini adalah fokus
membangun kepercayaan untuk memastikan bahwa ada cukup prediktabilitas antara
pengadu, termasuk aturan perilaku, yang akan membantu meminimalkan kemungkinan
eskalasi konflik," ucap dia. Secara khusus mengenai isu Laut Cina Selatan,
Staf Khusus Presiden Bidang Internasional, Teuku Faizasyah, juga mengatakan
Presiden Yudhoyono berfokus pada upaya penyusunan substansi pada Deklarasi Etik
atau Declaration of Conduct (DOC) menuju Kode Etik atau Code of Conduct (COC)
atas wilayah yang kaya akan hasil laut dan energi itu. Menteri Luar Negeri RI
Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok Yang Jiechi, selepas
memimpin pertemuan kedua ‘Komisi Bersama Kerjasama Bilateral’ menyatakan
mendukung upaya penyelesaian damai di Laut Cina Selatan melalui adanya Kode
Etik (Code of Conduct).
Namun apa jadinya bila
ternyata kawasan yang disengketakan tidak dapat menemui titik temu kedalam
sebuah keselarasan politik. Bangsa Indonesia perlu menyadari bahwa hal tersebut
adalah merupakan sebuah tantangan yang harus di sikapi bijak oleh Indonesia. "Perkembangan
situasi yang terjadi di kawasan Laut Cina Selatan mengarahkan perhatian kita
terhadap munculnya kerawanan dan potensi ancaman yang dapat mempengaruhi
stabilitas nasional. Karena di sana juga terletak kepentingan Indonesia,
khususnya pada aspek politik, ekonomi, militer dan pertahanan," ujar Kasum
TNI Marsekal Madya Daryatmo. Bagi Indonesia untuk menghadapi kemungkinan
perkembangan konflik Laut Cina Selatan di masa yang akan datang dan konflik
Ambalat yang saat ini menjadi perhatian Indonesia. Kekuatan pertahanan
Indonesia yaitu TNI harus mampu mengamankan kepentingan nasional Indonesia
apabila pecah konflik di Laut Cina Selatan, baik meminimalisasi spill over yang
muncul maupun mengamankan berbagai ladang gas yang terletak di ZEE Indonesia.
Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan suatu postur kekuatan yang mampu
beroperasi (secara gabungan) di Laut Natuna dan sekitarnya. Dengan demikian,
lanjut Daryatmo, tentu akan perlu adanya penguatan pertahanan dan gelar operasi
TNI guna mengamankan kepentingan nasional. Maka dalam situasi ini, entah ke depan
bagaimananya, kita sebagai Warga Negara Indonesia harus juga turut
berpartisipasi apabila perang konflik tersebut tidak dapat terelakkan (pecah), memikul
tanggung jawab Bela Negara. Bela
Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah
kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara
Nasional Indonesia. Perlu diketahui, berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara merupakan hak
dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia. Bela negara adalah upaya
setiap warga negara untuk mempertahankan Republik Indonesia
terhadap ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri.
dari berbagai sumber
Comments
Post a Comment