Cinta dalam Buku Hitamku
Bingung...... aku tak tahu apa yang mestinya kutulis. Sedang hati ini mestinya remuk. Namun kucoba mencoret-coret walau akhirnya hanya coret-coret yang ku dapat.
Kapan....
Kapankah ini semua akan berakhir. Aku tak tahu pasti, yang ku tahu hanyalah hatiku yang semakin remuk. Karena karang yang menerjang pasir. Karena hati rindu yang selalu menanti deburan-deburan ombak. Tapi aku percaya suatu waktu pasti kembali sewaktu aku berjalan melangkah menyusuri jalanan yang sepi.... makin sepi.
Sesaat bulan bersinar, ku awali goresanku. Dengan pena bertinta lusuk dan membosankan. Aku mencoba menuliskan kata-kata...
Sebagai curahan rasa rindu, cinta, benci, bosan, sayang dan dendam yang terkandung dihati ini. Walaupun orang yang kumaksud tak dengar dan tak tahu. Rasanya aku lebih berterima kasih kepada Si pemilik buku yang dapat mengurangi beban hati. Tanpa buku ini, tak berkurang pula derita hati. Buku ini pula turut mengiringi gejolak hati.
Oh... cantik, indah, syahdu dan kejam hidup ini. Tiada dapat aku mengatakan dengan lebih kemanisan dan kepahitan dunia. Helai demi helai kulalui. Sesaat itu langit bergema...... sesaat pula pena terhenti untuk meneteskan tintanya, dengan kata. Good bye my dear and don't forget me.
Buku hitamku.....
Penuh lembaran debu. Lembaran pertanda kematian kembali membayang dikalbu. Penyesalan berganti datang. Dosa-dosa serasa memburu noda. Pintu hidupku kini menanti keakhiran...
Bisikkan angin sayup-sayup mendekati hati yang duka, remuk redam ternilai. Apa dikata nasibku sudah begini. Jauh kekasih yang telah lama pergi.
Oh.. angin bawakan salamku ini
Oh.. bulan engkau jadu satu saksi
Salam rindu dari seorang kasih
Semoga saja engkau cepat kembali
Bila ada dua garis lurus dipertemukan menjadi sebuah sudut. Di sudut itulah kita bertemu. Aku mendengar kau menyapa; "Hello .... !" dan aku tersenyum. Lalu kita saling melambaikan tangan.
Akan kemanakah kita? Ah, kita menelusuri garis-garis kita hingga Sang Pencipta membangun jembatan yang menutup sudut itu.
Seperti jalur darat yang membelah laut merah oleh tongkat Musa. Hmm.. kita bersorak, berlari di atas jembatan itu.. bertemu, berpeluk, bercium dan tiba-tiba tergelincir di dunia lain.
Kita tinggalkan garis-garis hidup, nyenyak di dalam kubur. Selamat tidur sayang.....
Begitulah hidup, masih untung bila garis hidup itu sebuah garis lurus. Kita pernah bertemu lalu kita melanjutkan langkah kita di garis yang ia tentukan bagi kita masing-masing. Mungkin suatu saat kita membelok di jembatan itu, sehingga bertemu. Lalu maut merenggut kita.
Acapkali kita terus saja, tidak belok di jembatan tersebut. Olehnya semasa ini kita ada di titik sudut.
Nuraga Trisasongko Wibowo
Kapan....
Kapankah ini semua akan berakhir. Aku tak tahu pasti, yang ku tahu hanyalah hatiku yang semakin remuk. Karena karang yang menerjang pasir. Karena hati rindu yang selalu menanti deburan-deburan ombak. Tapi aku percaya suatu waktu pasti kembali sewaktu aku berjalan melangkah menyusuri jalanan yang sepi.... makin sepi.
Sesaat bulan bersinar, ku awali goresanku. Dengan pena bertinta lusuk dan membosankan. Aku mencoba menuliskan kata-kata...
Sebagai curahan rasa rindu, cinta, benci, bosan, sayang dan dendam yang terkandung dihati ini. Walaupun orang yang kumaksud tak dengar dan tak tahu. Rasanya aku lebih berterima kasih kepada Si pemilik buku yang dapat mengurangi beban hati. Tanpa buku ini, tak berkurang pula derita hati. Buku ini pula turut mengiringi gejolak hati.
Oh... cantik, indah, syahdu dan kejam hidup ini. Tiada dapat aku mengatakan dengan lebih kemanisan dan kepahitan dunia. Helai demi helai kulalui. Sesaat itu langit bergema...... sesaat pula pena terhenti untuk meneteskan tintanya, dengan kata. Good bye my dear and don't forget me.
Buku hitamku.....
Penuh lembaran debu. Lembaran pertanda kematian kembali membayang dikalbu. Penyesalan berganti datang. Dosa-dosa serasa memburu noda. Pintu hidupku kini menanti keakhiran...
Bisikkan angin sayup-sayup mendekati hati yang duka, remuk redam ternilai. Apa dikata nasibku sudah begini. Jauh kekasih yang telah lama pergi.
Oh.. angin bawakan salamku ini
Oh.. bulan engkau jadu satu saksi
Salam rindu dari seorang kasih
Semoga saja engkau cepat kembali
Bila ada dua garis lurus dipertemukan menjadi sebuah sudut. Di sudut itulah kita bertemu. Aku mendengar kau menyapa; "Hello .... !" dan aku tersenyum. Lalu kita saling melambaikan tangan.
Akan kemanakah kita? Ah, kita menelusuri garis-garis kita hingga Sang Pencipta membangun jembatan yang menutup sudut itu.
Seperti jalur darat yang membelah laut merah oleh tongkat Musa. Hmm.. kita bersorak, berlari di atas jembatan itu.. bertemu, berpeluk, bercium dan tiba-tiba tergelincir di dunia lain.
Kita tinggalkan garis-garis hidup, nyenyak di dalam kubur. Selamat tidur sayang.....
Begitulah hidup, masih untung bila garis hidup itu sebuah garis lurus. Kita pernah bertemu lalu kita melanjutkan langkah kita di garis yang ia tentukan bagi kita masing-masing. Mungkin suatu saat kita membelok di jembatan itu, sehingga bertemu. Lalu maut merenggut kita.
Acapkali kita terus saja, tidak belok di jembatan tersebut. Olehnya semasa ini kita ada di titik sudut.
Nuraga Trisasongko Wibowo
Comments
Post a Comment